Friday, August 14, 2009

Anak Hiperaktif Bukan Anak Nakal


BANYAK orangtua yang mengeluhkan anak balitanya superaktif. Tidak bisa diam, jumpalitan, tidak fokus, nakal, pethakilan, dan sejenisnya. Kalangan medis menyebut balita jenis ini masuk kategori anak hiperaktif.

Hiperaktif merupakan gangguan pertumbuhan yang cukup lazim dialami balita. Rata-rata terjadi sebelum mereka berusia 7 tahun. Jika menemui balita demikian, kaum ibu tidak perlu panik dan cemas. Tahap awal yang mesti dilakukan adalah menyadari adanya gejala. Tidak semua tingkah laku yang kelewatan dapat digolongkan sebagai hiperaktif. Karena itu, langkah berikutnya adalah konsultasi dengan ahli terapi psikologi anak. Ini penting karena gangguan hiperaktivitas bisa berpengaruh pada kesehatan mental dan fisik anak, serta kemampuannya dalam menyerap pelajaran dan bergaul. Konsultasi diperlukan agar orangtua memperoleh gambaran apa yang mesti dilakukan agar sifat hiperaktif bisa berkembang ke arah yang positif.

Celakanya, masih banyak guru yang tidak tahu menangani anak hiperaktif ini. Karena itu biasanya mereka "asal mencap" anak tersebut sebagai anak nakal. Dan biasanya kalau sudah mencap nakal, guru tidak mau menangani lagi, atau justru menangani dengan cara yang salah, seperti dihukum, dimarahi, dan lain-lain.

Anak hiperaktif bisa dilihat tanda-tandanya sejak bayi, yaitu mudah kaget dan terbangun oleh suara yang tidak keras. Ini akibat refleks moronya terlalu aktif. Selain itu ketika tumbuh lagi, ia banyak sekali melakukan gerakan yang bertujuan, misalnya mondar-mandir mengambil bola.

Intinya, untuk sampai pada diagnosis hiperaktif, ada tiga hal yang harus dipenuhi, yaitu:

1. Sulit berkonsentrasi. Contoh: ceroboh, pelupa, tidak terorganisir dengan baik.
2. Sulit menahan diri. Contoh: suka memotong pembicaraan orang lain, tidak suka menunggu antrean.
3. Banyak melakukan gerakan. Apa pun yang dilakukannya, ia seperti tidak merasa lelah.

Selain itu, diperlukan juga tes-tes tertentu, seperti observasi perilaku, observasi mengerjakan tugas-tugas, bermain, dan mengerjakan soal-soal tes.

Tanya
Apakah anak hiperaktif bisa dikenali sejak dalam kandungan, dan apakah ada kemungkinan untuk sembuh?
Endah S, Jakarta

Jawab
Pada beberapa kasus bisa dikenali sejak dalam kandungan. Namun beberapa yang lain tidak. Hiperaktif bukanlah penyakit, jadi tidak ada istilah sakit atau sembuh. Lebih tepat kalau dibilang bagaimana mengolah dan bagaimana bisa hidup nyaman dengan anak hiperkatif. Faktor sebabnya belum ketemu. Dari beberapa kasus diteliti dan ditemukan misalnya ada yang paling umum adalah kekurangan neurotransmitter di otak. Karenanya dokter biasanya memberikan obat-obatan yang fungsinya menambah neurotrasmitter. Tapi, hiperaktif itu ada bermacam-macam pemicunya. Ada yang karena alergi pada zat-zat kimia, ada yang memang karena pola asuh yang salah.

Tanya
Apakah hiperaktif bisa dialami oleh anak laki-laki dan perempuan. Bagaimana terapi untuk mengatasinya?
Suhalim Rahmat, Semarang

Jawab
Hiperaktif tidak memandang bulu. Anak laki-laki atau perempuan bisa mengalaminya. Penelitian faktor resikonya 5 kali lebih besar untuk semua jenis gangguan perkembangan. Untuk terapi, mesti ke ahlinya seperti psikolog atau klinik anak tumbuh kembang. Di sana anak akan diidentifikasi dengan jelas sehingga ketahuan apa sebabnya. Kalau anak tidak bisa konsentrasi, maka dia tidak bisa mengolah input yang masuk, diberi terapi pengajaran supaya dia bisa bicara. Orang bicara kan karena dia mendengar, memasukkan ke otak mengolah lalu memproduksi lagi. Jadi gangguannya sampai ke soal gangguan bicara.

Tanya
Ada anak yang kalau marah suka memukul kepala. Bicaranya juga belum lancar. Kenapa bisa terjadi hal ini?
Khoirul Sajadi, Serang

Jawab
Anak marah biasanya karena ingin kemauannya dituruti. Untuk mengatasinya, butuh ketegasan dari orangtua. Waktu anak marah, jangan diberi tanggapan apa pun. Bilang baik-baik bahwa kita tidak mau bicara sebelum dia diam tenang. Untuk anak yang salah satunya sulit konsentrasi, dia mesti dilatih dengan banyak komunikasi/siklus komuniaksinya mesti nyambung.

Konsultan: Ike R Sugianto
Psikolog Anak dan Remaja dari Universitas Indonesia

Healtylife
Edisi 07/VIII - Juli 2009

No comments:

Post a Comment