Saturday, July 4, 2009

Kanker di balik pemutih kulit

PARA pasien itu, yang sebagian besar datang dari Indonesia, datang dengan permintaan sama: "tolong sulap kulit saya menjadi lebih putih". Padahal mereka cantik, putih, mulus, tanpa jerawat, bersih dari flek-flek hitam di wajah. Pokoknya berfisik sempurna.

Rasa ganjil seperti itulah yang muncul sewaktu duduk bersama Dokter Lee Chui Tho, seorang dokter spesialis kulit di Mount Elizabeth Hospital Singapura, di ruang praktiknya.

Betulkah dongeng soal "obat ajaib" yang mampu menyulap kulit gelap menjadi putih susu? Jutaan wanita yang demikian terobsesi menjadi "putih" atau "lebih putih" tiba-tiba menemukan katarsis dari mimpi mereka. Tetapi sungguhkah cream atau suntikan itu mampu membuktikan kesaktian mereka? Amankah produk ini bagi kesehatan?

Hydroquinone adalah bahan yang banyak dipakai pada kosmetik pemutih kulit. Bahan ini menghambat pembentukan pigmen melanin yang menyebabkan kulit menjadi gelap. Jadi, kulit seseorang menjadi lebih gelap karena ia memiliki pigmen melanin dalam jumlah yang lebih banyak. Sesungguhnyalah pigmen melanin merupakan pelindung kulit terhadap paparan sinar matahari. Dengan kata lain, semakin banyak jumlah pigmen melanin yang bertengger dalam kulit, semakin terlindunglah kulit tersebut. Maka, seharusnyalah kita mesti bersyukur memiliki kulit yang berwarna cokelat gelap.

Kebanyakan kosmetik pemutih kulit bekerja dengan memaksa terjadinya pengelupasan kulit secara radikal. Akibatnya selama menunggu pertumbuhan sel-sel kulit baru di bawahnya, kulit justru menjadi tidak terlindung dari pengaruh lingkungan, terutama paparan sinar matahari. Celakanya eksposur dari lingkungan, seperti sinar ultraviolet matahari, radikal bebas dari udara dapat merangsang pertumbuhan sel-sel kanker pada kulit.

Sujata Jolly, seorang dokter ahli penyakit kulit dari Inggris dengan gencar melakukan kampanye pelarangan terhadap produk pemutih kulit apa pun. Pada saat kosmetik pemutih mulai dioleskan di kulit, kulit menjadi mulus, kenyal, kerutan kulit serta merta menghilang dari pandangan, dan memang kulit terlihat lebih putih. Efek perbaikan ini cepat sekali timbul. Hanya dalam hitungan belasan hari hasilnya sudah muncul!

Namun hal itu ada efeknya. Paparan sinar matahari akan membuat warna kulit seseorang yang menggunakan kosmetik pemutih ini menjadi lebih gelap. Jika hal ini terjadi, konsumen krim pemutih kulit akan mengoles kosmetik pemutih ini dalam jumlah yang makin banyak. Menurut Dokter Sujata Jolly efek akumulasi ini yang justru sangat berbahaya. Kulit akan rusak, permukaannya akan pecah, menganga, dan memungkinkan bahan kimia dalam kosmetik pemutih ini memasuki aliran darah, ginjal, dan hati. Efek sangat parah yang dapat timbul berupa kebutaan, kerusakan otak, dan kelainan pada ginjal.

Sebuah bahan lainnya yang dijumpai pada hampir seluruh kosmetik pemutih kulit adalah merkuri. Bahan ini memiliki potensi untuk memutihkan kulit, namun ia pun berpotensi menimbulkan kerusakan tak hanya pada pada kulit, tetapi juga pada otak.

Efek lain yang dimiliki oleh kosmetik pemutih kulit adalah suatu efek yang disebut rebound effect, yang berarti bila pemakaian krim pemutih ini dihentikan, kondisi kulit akan kembali seperti semula, bahkan bisa menjadi lebih buruk daripada keadaan asalnya. Biasanya kulit menjadi hitam atau flek-flek, juga merah seperti udang rebus.

Celakanya, kosmetik pemutih kulit merupakan produk yang paling banyak beredar dan diminati konsumen terutama tahun-tahun belakangan ini. Produk yang menjual mimpi pada jutaan wanita ini, bisanya muncul dalam kemasan yang menggunakan label luar negeri, diimpor langsung dari luar negeri, dan membuat konsumen makin berminat, percaya, dan tersesat.

Yang lebih menyedihkan lagi, adalah sasaran produk ini adalah orang-orang kulit berwarna, maka merajalelalah ekspor kosmetik pemutih kulit terutama ke Asia dan Afrika. Di Afrika Selatan, sebuah negara yang memiliki pengawasan yang sangat ketat terhadap pemasaran bahan hydroquinone, dokter-dokter dibuat sangat cemas dengan merajalelanya kosmetik pemutih buatan Inggris secara bebas di supermarket-supermarket tanpa izin.

Keadaannya menjadi lebih memprihatinkan sebab perusahaan yang memproduksi kosmetik pemutih kulit itu membuat pernyataan bahwa kandungan hydroquinone dalam produk mereka tak melampaui angka 2 persen, alias masih berada dalam batas yang diizinkan. Namun hasil tes yang dilakukan oleh pusat peneliti jaminan kualitas dari Universitas Afrika Selatan menunjukkan dua dari produk kosmetik pemutih yang sangat populer, yaitu Amira dan Jaribu memiliki kandungan hydroquinone dua kali lipat dari pada batas yang diizinkan.

Dr Hillary Carman, seorang ahli penyakit kulit Afrika Selatan yang sejak tahun 1992 terlibat dalam kampanye yang mendesak agar dilakukannya kontrol yang lebih ketat terhadap pemakaian hydroquinone, menyebut eksportir-eksportir Inggris sebagai kelompok orang-orang imoral. Menurut Carman kejadian ini merupakan contoh lain dari eksploitasi negara dunia pertama terhadap negara dunia ketiga. Sebagaimana yang terjadi pada wanita-wanita di seluruh dunia, wanita-wanita Afrika membeli mimpi yang penuh kebohongan! Apakah memang demikian fenomena yang terjadi dalam hidup ini?

Sementara orang kulit putih tak henti-hentinya memimpikan kulit mereka menjadi lebih gelap, dengan menyerbu salon-salon yang sanggup mengubah kepucatan kulit mereka menjadi sedikit lebih gelap, pemilik kulit berwarna diserbu, digandrungi mimpi berkulit putih. Nampaknya "menerima" dan mencintai diri sendiri merupakan hal yang sama sekali tidak mudah untuk dikerjakan. Celakanya, hanya hal itulah yang sanggup menghentikan status kita sebagai "korban" produk-produk yang menjual mimpi.

Injil Abu Bakar
seorang dokter, tinggal di Denpasar

Kompas
Minggu, 11/03/01

No comments:

Post a Comment