Saturday, July 25, 2009

Wanita Lebih Rentan Asma

Hormon menjadi 'biang keladi' mengapa wanita lebih rentan terhadap asma ketimbang pria. Bagaimana solusinya?

Penyakit asma sering dianggap sebagai penyakit yang umum menyerang anak-anak, khususnya anak laki-laki. Padahal, dalam kenyataannya, wanitalah yang lebih rentan terserang penyakit asma. Sebuah penelitian di Kanada, misalnya, menyebutkan bahwa 8,5% wanita Kanada mengidap penyakit asma, sementara pria penderita asma hanya berkisar 7,5%.

Serangan asma yang diidap wanita juga seringkali justru lebih parah ketimbang asma yang menimpa pria. Sebuah studi di tahun 1998 di Amerika dan Kanada menunjukkan bahwa kaum wanita pengidap asma memiliki peluang dirawat inap tiga kali lebih besar daripada kaum pria pengidap asma. Bahkan sebuah studi di Amerika dan Kanada di tahun 1999 menyebutkan bahwa kaum wanita dua kali lipat lebih besar berpeluang masuk unit gawat darurat akibat asma akut yang diidapnya.

Gejala asma yang menyerang kaum wanita biasanya justru lebih parah sehingga menyebabkan penderitaan bagi pasien wanita pengidapnya. Sebuah penelitian terhadap lebih dari 900 orang yang dilakukan oleh American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine pada 1998 membuktikan hal itu. Oleh adanya fakta ini, maka tidak mengherankan bahwa sebagian besar pasien yang berobat ke dokter akibat penyakit asma dan rasa sakit berlebihan yang timbul, adalah kaum wanita. Pemicu serangan asma pun cukup bervariasi. Sebagian besar asma akut yang menyerang kaum wanita dipicu oleh kebiasaan merokok, sementara pada pria, kebiasaan merokok tidak banyak berpengaruh terhadap timbulnya serangan asma.

Mengapa bisa terjadi perbedaan-perbedaan antara pria dan wanita tersebut? Ternyata faktor hormonal turut berpengaruh dalam pemilihan jenis terapi dan pengobatan yang seharusnya dijalani. Pada permulaan tahun 1990-an, para peneliti di seluruh dunia baru menyadari adanya pengaruh jender dalam hal ketahanan terhadap penyakit. Selama ini terapi maupun teknik pengobatan yang ada terhadap segala jenis penyakit (termasuk asma) hanya bersifat secara umum dengan perlakuan pengobatan yang sama antara pasien pria dan wanita.

Menurut Dr. Anna Day, pakar respirologi (ilmu tentang organ pernapasan) yang juga merupakan pendiri dari Pusat Studi Kesehatan Wanita di Toronto (Toronto's Sunnybrook & Women College Health Sciences Centre), dokter seringkali keliru dalam melakukan diagnosis terhadap kasus-kasus penyakit karena menyamaratakan perlakuan terhadap pasien pria maupun pasien wanita.

Sebelumnya, dalam pengobatan setiap penyakit hampir tidak pernah dilakukan pertimbangan pengaruh hormonal wanita dalam hubungannya dengan efek pengobatan ataupun seberapa efektif pengobatan bisa dilakukan. Padahal secara biologis, efek yang ditimbulkan oleh suatu jenis pengobatan sangat berbeda hasilnya pada kasus pasien pria dan pasien wanita. Bahkan dewasa ini, beberapa peneliti tidak hanya menganggap faktor jender turut menentukan dalam keberhasilan pengobatan dan pemilihan jenis obat, namun juga faktor karakter DNA masing-masing manusia. Bahkan dua pasien yang memiliki jenis kelamin yang sama, umur yang sama, berat badan yang sama, bisa berbeda dalam hal teknik pengobatan maupun jenis obat yang dipilih. Belum lagi bila turut mempertimbangkan masalah alergi yang mungkin dimiliki seorang pasien terhadap suatu jenis obat atau bahan kimia tertentu.

Pre-menstrual asthma

Faktor hormonal dalam siklus bulanan menstruasi wanita turut berpengaruh dalam memicu seberapa parah asma yang diidap pasien. Dari hasil riset terhadap para penderita asma di Amerika, diperoleh data bahwa 30% - 40% kasus asma yang terjadi pada kaum wanita adalah termasuk Pre-menstrual asthma (PMA). PMA adalah serangan asma yang terjadi sebelum fase menstruasi.

Sebuah tulisan riset di tahun 1997 yang dimuat dalam majalah jurnal kesehatan Amerika, Pharmacotherapy, menyebutkan hasil penelitian Mary H.H. Ensom, seorang pakar bidang obat (farmasi), dari Universitas British Columbia yang telah meneliti sebanyak 14 orang pasien wanita penderita asma. Dari hasil penelitian tersebut terungkap bahwa rasa sakit yang timbul dan tingkat keparahan asma yang menimpa wanita ternyata 20% lebih parah terjadi saat sebelum masa menstruasi.

Para pasien wanita yang diberikan suplemen hormon estrogen sebelum masa menstruasi dilaporkan bahwa fungsi pernapasan dan paru-paru mereka bekerja dengan lebih baik dan tidak mengalami gangguan asma yang berarti. Bahkan pada beberapa pasien, serangan asma sama sekali tidak terjadi, bila seorang pasien wanita pengidap asma menerima suplemen hormon estrogen secara teratur sebelum tiba masa menstruasinya.

Kasus yang sama juga terjadi pada para wanita yang mengonsumsi pil kontrasepsi sebelum masa menstruasi. Dari hal ini bisa disimpulkan bahwa pengaruh hormonal (kecukupan ketersediaan hormon estrogen) sangat berpengaruh terhadap muncul tidaknya serangan asma pada kaum wanita.

Walau masih banyak kontroversi mengenai teori ini, namun banyak pakar kedokteran dan pakar farmasi di Amerika dan Kanada yang sebenarnya telah mengetahui sejak lama bahwa kasus kehamilan bisa cukup banyak berpengaruh terhadap seberapa parah serangan asma yang terjadi pada pasien wanita pengidap asma. Sebuah penelitian mengenai asma terhadap sejumlah wanita hamil yang sempat dimuat di majalah British Medical Journal di Inggris menyebutkan bahwa wanita hamil yang mengandung janin berjenis kelamin pria lebih tahan terhadap serangan asma, daripada wanita hamil yang mengandung janin berjenis kelamin perempuan.

Beberapa wanita hamil yang kebetulan mengandung janin perempuan mengaku bahwa rasa sakit yang dirasakan akibat serangan asma yang mereka idap jauh lebih parah dan lebih buruk daripada para wanita hamil yang kebetulan mengandung janin berjenis kelamin laki-laki. Ternyata dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa hormon fetus janin berjenis kelamin laki-laki terbukti banyak membantu sang ibu dalam menghadapi serangan asma.

Dalam banyak kasus, fase menopause pada wanita justru menguntungkan, karena serangan asma menjadi semakin jarang terjadi dan bahkan dalam beberapa kasus, seorang penderita bisa jadi tidak lagi mendapat serangan asma. Sebagai gantinya justru yang sering dialami adalah seringnya gejala bersin dan batuk-batuk.

Masalah pengobatan

Pengobatan asma pada kaum wanita seringkali menghadapi beberapa masalah. Penggunaan obat asma yang mengandung corticosteroid terkadang menimbulkan efek samping yang mengkhawatirkan. Pasien wanita pengidap asma yang secara rutin meminum pil/tablet yang mengandung corticosteroid terbukti mengalami efek samping berupa keropos tulang.

Beberapa dokter ahli berusaha sedapat mungkin tidak terlalu sering meresepkan berbagai pil obat asma yang mengandung corticosteroid demi menghindarkan efek samping keropos tulang, namun demikian beberapa lainnya masih tetap meresepkan pil dengan kandungan zat tersebut khususnya untuk pasien-pasien asma yang cukup akut. Mungkin alternatif lain yang bisa ditempuh oleh para dokter adalah meresepkan obat sedot (inhaler) untuk hidung yang mengandung corticosteroid bagi pengidap penyakit asma akut, karena efek samping yang ditimbulkan tidak sebesar bila mengonsumsi pil yang mengandung zat ini.

Dr. Kenneth Chapman, Direktur Asthma Centre of Toronto Western Hospital (Kanada), menulis dalam majalah Journal of Allergy and Clinical Immunology bahwa ternyata terdapat korelasi positif (adanya hubungan) antara dosis steroid yang dihirup dari inhaler dengan berkurangnya resiko pengeroposan tulang (berkurangnya kerapatan partikel tulang), sehingga dapat disimpulkan bahwa mengurangi dosis pemakaian dapat menghindarkan seorang pasien asma dari resiko keropos tulang akut.

Serangan asma pada wanita hamil seringkali menimbulkan kekhawatiran dalam hal pengobatan. Banyak wanita yang khawatir bila pengobatan rutin terhadap penyakit asma yang diidapnya berpengaruh terhadap bayi yang akan dilahirkan. Beberapa bahkan sangat ketakutan bayinya akan lahir cacat akibat pengkonsumsian obat secara rutin.

"Anggapan ini sama sekali salah," demikian menurut Dr. Caroline Despard, pendiri organisasi Family Physician Asthma Group of Canada (Persatuan Dokter Asma Kanada). "Serangan asma selama masa kehamilan dapat menyebabkan berkurangnya asupan oksigen bagi sang jabang bayi." Hal ini tentu saja akan menimbulkan masalah dalam pertumbuhan janin, seringnya terjadi kasus kelahiran prematur dan segala konsekuensinya.

Bila sang ibu membiarkan saja serangan asma menimpa dirinya tanpa pengobatan apapun, itu berarti sama saja dengan membiarkan bayinya lahir dengan tidak normal. Memang sebaiknya juga harus bijaksana dalam memilih dosis yang tepat sesuai dengan resep dokter. Gunakan seperlunya saja, sesuai dengan tingkat keparahan serangan asma yang terjadi. Sedapat mungkin tidak menggunakan dosis yang berlebihan bila serangan tidak terlalu parah. Untuk pasien asma yang sedang hamil disarankan untuk sering-sering berkonsultasi dengan dokter ahli mengenai langkah-langkah spesifik apa yang harus dilakukan dalam keadaan darurat. Tiap-tiap kasus berbeda antara satu pasien dengan pasien yang lain.

Bagi para wanita pengidap asma memang sangat dianjurkan untuk selalu membawa obat hirup (inhaler) dengan takaran sesuai resep dokter ke mana pun ia pergi. Selain itu hendaknya juga selalu rutin berolahraga minimal tiga kali seminggu dengan durasi kurang lebih 30 menit demi menguatkan fungsi organ jantung dan paru-paru. Olahraga yang dipilih sebaiknya dikonsultasikan dengan dokter. Senam pernapasan, atau berbagai jenis senam seperti taichi, dan aneka senam sejenisnya perlu dilakukan, karena selain tidak terlalu banyak menguras tenaga dan pernapasan, senam jenis ini baik untuk kesehatan.

Mewaspadi Gejala Asma

Asma dapat menyerang siapa saja pada berbagai tingkatan umur, tua maupun muda. Namun asma lebih banyak dan lebih mudah menyerang kaum wanita. Gejala asma pada kaum wanita biasanya mulai tampak di usia awal 20-an. Namun demikian, penyakit asma bisa juga menyerang orang-orang dewasa yang sering merokok, menghirup asap rokok (perokok pasif), maupun orang-orang yang biasa bekerja di lingkungan yang udaranya terkontaminasi oleh zat-zat kimia (misalnya di perusahaan kimia, dan industri lainnya).











Begitu banyak pengidap asma yang bahkan tidak tahu bahwa dirinya mengidap asma. Oleh karena itu sebaiknya Anda mengetahui beberapa gejala tanda-tanda seorang pengidap asma.

Simak beberapa tanda gejala seseorang yang mengidap asma:
-sering menggigil kedinginan di daerah seputar bagian dada
-sering terbangun di malam hari dalam keadaan sesak napas
-sering mengalami berbagai gejala seperti sering bersin, sesak napas,
dada sesak, napas pendek, batuk, rasa tersedak di tenggorokan
-temukan pemicu penyebab semua gejala tersebut (hewan peliharaan yang berbulu seperti kucing dan anjing, merokok, ataukah terpolusi oleh asap, asap rokok, serbuk sari (bagi pekerja perkebunan), udara lembab dan berkabut, dan masih banyak lagi.
-mempunyai sejarah silsilah penyakit asma menurun dalam keluarga.

Healtylife
Edisi 07/VIII - Juli 2009

No comments:

Post a Comment