Sunday, July 5, 2009

Mengapa Perempuan 'Ngompol'

MENGOMPOL ternyata bukan monopoli anak kecil saja. Masalah ini dapat dialami setiap manusia di segala lapisan usia. Gangguan ini disebut sebagai inkontinensia urin, yaitu keluarnya urin tanpa dapat dikontrol atau tidak terkendali, sehingga menimbulkan masalah sosial dan higiene. Bila seseorang mengompol walaupun hanya satu-dua tetes pada saat batuk atau tertawa, apalagi bila air kemihnya mengalir tanpa dapat ditahan, tentu akan sangat mengganggu pola kehidupan normal. Penderita akan merasa malu dan segan bergaul karena khawatir akan menimbulkan bau yang tak sedap bagi orang lain di sekitarnya.

Di Amerika Serikat terdapat 13 juta penderita inkontinensia urin, 85% di antaranya adalah perempuan. WHO memperkirakan terdapat 200 juta penduduk di seluruh dunia yang mengalami inkontinensia urin, tetapi angka sebenarnya tidak diketahui, karena banyak kasus yang tidak dilaporkan. Banyak penderita menganggap kejadian tersebut adalah normal, di samping mereka malu menceritakannya atau tidak tahu harus minta tolong ke mana.

Perempuan mengalami inkontinensia urin dua kali lebih sering daripada laki-laki. Hal ini disebabkan karena perempuan mengalami proses kehamilan, persalinan, menopause, serta struktur kandung kemih yang berbeda dengan laki-laki. Inkontinensia urin pada perempuan biasanya disebabkan karena kelemahan otot-otot dasar panggul yang menyangga saluran kemih dan otot pintu saluran kemih (uretra), sehingga urin keluar begitu saja tanpa dapat ditahan.

Ada beberapa jenis inkontinensia urin, tetapi yang paling sering terjadi pada perempuan adalah inkontinensia urin tipe stres. Urin akan keluar bila ada aktiviitas fisik seperti batuk, bersin, melompat, dan gerakan-gerakan lainnya.

Terdapat beberapa hal yang menjadi faktor risiko terjadinya inkontinensia urin, yaitu:

Semakin tua seseorang, semakin besar kemungkinan mengalami inkontinensia urin, karena terjadi perubahan struktur kandung kemih dan otot-otot dasar panggul.

Inkontinensia urin pada perempuan sering dihubungkan dengan kehamilan dan persalinan. Penambahan berat dan tekanan selama kehamilan dapat menyebabkan melemahnya otot-otot dasar panggul, sehingga sering terjadi inkontinensia urin. Inkontinensia urin selama kehamilan dapat sembuh sendiri pada sebagian besar perempuan, namun jika setelah 6 minggu persalinan masih belum sembuh, maka penderita dianjurkan pergi ke dokter. Bila tidak diobati, gejala ini akan menjadi masalah yang berkepanjangan.

Proses persalinan dapat membuat otot-otot dasar panggul rusak akibat regangan otot-otot dan jaringan penunjang serta robekan jalan lahir, sehingga dapat meningkatkan risiko terjadinya inkontinensia urin.

Faktor risiko yang lain adalah obesitas atau kegemukan, riwayat operasi kandungan, obat-obatan tertentu, serta penyakit-penyakit seperti diabetes melitus dan parkinson.

Pengelolaan inkontinensia urin terdiri atas intervensi perilaku, pemberian obat-obatan, dan pembedahan.

Intervensi perilaku dapat berupa latihan berkemih dan latihan otot-otot dasar panggul.

Latihan berkemih bertujuan memperpanjang interval berkemih. Pasien dijadwalkan berkemih pada waktu tertentu, mula-mula setiap jam, selanjutnya diperpanjang secara bertahap sampai pasien ingin berkemih setiap 2-3 jam.

Latihan otot-otot dasar panggul (Kiegel exercises) memegang peranan penting dalam pengelolaan inkontinensia urin. Latihan dilakukan dengan membuat kontraksi berulang-ulang pada otot dasar panggul seperti jika mencoba menghentikan pancaran berkemih, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kekuatan uretra atau saluran kemih agar dapat menutup sempurna.

Pemberian obat-obatan dan pembedahan baru dapat dilakukan bila dengan intervensi perilaku tidak dapat mengurangi keluhan pasien.

Sebenarnya inkontinensia tipe stres pada perempuan dapat dicegah, antara lain dengan latihan otot-otot dasar panggul seperti yang telah diuraikan di atas. Melakukan latihan ini sebelum dan selama kehamilan, dapat mencegah atau mengurangi timbulnya trauma otot-otot dasar panggul.

Pada perempuan menopause, upaya pencegahan lain adalah dengan memberikan tetapi hormon estrogen pada perempuan di usia menjelang menopause, sehingga tonus otot vagina dan otot saluran kemih tetap kuat dan tetap berfungsi baik di kala usia pasca menopause.

Ada beberapa gejala yang harus diwaspadai kemungkinan menderita inkontinensia urin, yaitu:
1. Urin keluar saat batuk, bersin, melompat, atau tertawa.
2. Sering buang air kecil, tetapi yang keluar hanya sedikit.
3. Kandung kemih terasa penuh, walaupun setelah buang air kecil.
4. Sering terbangun di malam hari untuk buang air kecil.
5. Sering merasakan ingin sekali berkemih sehingga tergesa-gesa pergi ke kamar kecil, dan kadang-kadang urin keluar sebelum, sampai ke kamar kecil.
6. Saat tidur sering mengompol.
7. Urin sering keluar setelah operasi kandungan.
8. Nyeri saat berkemih.
9. Sering infeksi saluran
10. Pakaian dalam selalu basah karena urin, tetapi tidak merasakan urin keluar.
11. Sering memakai pembalut wanita agar urin tidak membasahi pakaian.
12. Berkemih lebih sering daripada biasanya, walaupun tidak ada infeksi saluran kemih.

Bila Anda atau salah satu anggota keluarga mengalami salah satu dari gejala di atas, maka segeralah pergi ke dokter untuk konsultasi.

dr Nina MS Syafiudin, SpOG

Kompas,
Minggu, 05/08/01

No comments:

Post a Comment